Denpasar,sumutglobalnews.com
Setelah disahkan menjadi Undang-Undang (UU), upaya pemerintah untuk melakukan reformasi hukum pidana nasional belum selesai. Pemerintah perlu mempersiapkan keberlakuan UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan berlaku pada 2 Januari 2026 ini, utamanya dalam menyamakan persepsi aparat penegak hukum (APH).
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly menyebut peran APH sangat penting didalam praktik penegakan hukum, karena mereka yang akan menjadi ujung tombak dalam mengimplementasikan KUHP.
Sosialisasi UU KUHP yang dilakukan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bagi APH di seluruh Indonesia ini sangat penting artinya didalam menyikapi perbedaan pemahaman dan pendapat dalam pengaturan UU KUHP.
Yasonna mengatakan upaya ini bukan tanpa alasan, yaitu agar dalam implementasi dan aplikasi dari pelaksanaan UU KUHP dapat dilaksanakan sesuai dengan kaidah hukum, asas hukum pidana, prinsip, dan tujuan pembaharuan hukum pidana.
Perbedaan pandangan, pendapat, dan pemahaman tidak hanya terjadi kepada APH. Jauh sebelum UU KUHP disahkan, perbedaan ini bahkan sudah dimulai, yaitu antara pihak yang mendukung dengan pihak yang menentang disahkannya UU KUHP. Perbedaan ini antara lain meliputi pengaturan mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat (living law), pidana mati, dan tindak pidana khusus.
Sebelumnya Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Asep Mulyana menyampaikan UU KUHP merupakan kulminasi dari perjuangan keras masyarakat Indonesia selama lebih dari 50 tahun dan telah melibatkan ahli-ahli hukum pidana dalam perjalanannya.
Kegiatan sosialisasi ini diikuti oleh perwakilan Kemenkumham, Kepolisian Daerah, Kejaksaan, advokat, hakim, Organisasi Bantuan Hukum (OBH) Terakreditasi, baik secara luring maupun daring.